Dalam diam, aku mencintaimu.
Dalam doa, aku memelukmu.
Dalam sepi, aku merindukanmu.
Aku titipkan beribu-ribu harapan untukmu, untukku, namun
tidak untuk "kita".
Aku titipkan doa untukmu kepada Tuhanku setiap malam, sampai
saat ini pun aku masih mendoakanmu sejak kita berpisah dulu. Kepada Tuhanku aku
berdoa supaya Tuhan selalu menjagamu, supaya Tuhan selalu menyertaimu.
Aku tidak berharap banyak, mencintaimu dalam diam pun sudah
cukup bagiku.
Aku tidak berharap kembali, aku sadar diri bahwa aku
bukanlah orang yang kamu inginkan, apalagi orang yang kamu cintai, itu
mustahil.
Aku tak pernah mengumbar kata “aku mencintaimu”, cukup Tuhan
dan hati ini saja yang tahu, kamu juga tak perlu tahu.
Aku tidak sanggup melawan takdir jika memang diinginkan-Nya
kita tak bisa lebih dari teman, aku bisa apa?
Namun percayalah jika memang Tuhanku dan Tuhanmu ijinkan
kita menyatu, satu dalam ikatan, kelak kita akan bertemu kembali dijalan yang
sama dan berdiri berdampingan.
Percayalah, namamu masih kusebut dalam doaku sedari dulu.
Kau bisa tanyakan pada Tuhanku seberapa bosan dia mendengar namamu yang kusebut
dalam doaku tiap malam.
Aku tak tahu sejak kapan rasa ini tumbuh, hilang, dan tumbuh
lagi.
Dan telak, aku baru saja menyadari bahwa aku tidak berhenti
mencintaimu semenjak tahun 2013 lalu ketika hubungan kita berakhir, Tuhan
ijinkan kita berpisah karena keinginanmu yang memilih wanita lain masuk dalam
hidupmu di tengah hubungan kita berdua yang sedang kita jalin dan kemudian aku
memilih mundur dan menyerah.
Setelah beberapa pria hadir menggantikan posisimu di hatiku,
setelah beberapa pria datang dan pergi, singgah dan hilang dari hidupku. Namun
mengapa kemudian ku tersadar bahwa kamu tidak pernah hilang dari hatiku selama
ini??
Sejujurnya, aku bukan orang yang bisa berdamai dengan masa
lalu, bahkan untuk mengobati hatiku sendiri saja aku tak mampu. Apalagi untuk
menerima orang-orang yang telah begitu saja menghancurkan hatiku, sedangkan
disini aku menjaga cinta dalam hatiku sampai sebegitunya. Sulit sekali bagiku
menerima, memaafkan orang-orang yang dengan mudahnya menghancurkan kepercayaan,
cinta dan juga secara tidak langsung mereka menghancurkan ragaku juga.
Bagaimana mungkin sebuah kesetiaan dibalas dengan pengkhianatan??
Mungkin aku bisa menerima keberadaanmu, tapi tidak dengan
hatimu, tidak dengan hatiku. Aku terima keberadaanmu yang sampai saat ini masih
berlalu-lalang di sekitar kehidupanku. Dan ku harap bukan di pikiranku. Saat
ini kamu hanya teman bagiku, dan (mungkin) selamanya akan tetap begitu.
Tak perlu aku sadarkan dirimu, bahwa ini mungkin keinginan
Tuhan-mu dan Tuhan-ku yang tak mengijinkan kita berjalan berdampingan dijalan
yang sama. Mungkin kita bisa bersebelahan, berdampingan, namun tidak dengan
takdir kita. Mungkin memang benar bahwa kita hanya diijinkan bertemu, bertegur
sapa, menuangkan seluruh isi hati kita, berdekatan namun tidak dengan takdir
kita.
Kita pernah mencoba berjalan bersama, berdampingan namun
tahukah kamu bahwa untuk berdoa pada Yang Maha Kuasa saja cara kita pun
berbeda, kamu menengadahkan tanganmu sedangkan aku melipat tanganku. Kita bukan
gula dan kopi yang bisa disatukan dengan air. Kamu adalah api, sedangkan aku
adalah air. Kita takkan pernah mungkin bisa menyatu, pilihannya adalah hilang
atau padam.
Teruntuk kamu, kepada kamu, terimakasih pernah mengisi
hatiku, dan tetaplah menjadi teman dalam suka dukaku. Kini aku bukan untukmu
lagi, pun sebaliknya, kamu juga bukanlah untukku.
Ku ucapkan selamat tinggal kepada kisah lama kita. Kita
masih bisa berteman, dan bersahabat. Namun untuk kembali, aku akan berpikir
beribu-ribu kali.
Terimakasih pernah menjadi pengisi kisahku dulu, terimakasih
atas kenangan-kenangan yang mungkin takkan terlupa.
Entah pada akhirnya kita ditakdirkan bersama atau tidak,
entah kelak kamu akanmenjadi teman hidupku, teman, sahabat bahkan musuh
sekalipun. Aku percaya kamu untukku sebagai apapun itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar