Selasa, 26 Januari 2016

Kepada Kamu Pengisi Kisahku "Dulu"

Dalam diam, aku mencintaimu.
Dalam doa, aku memelukmu.
Dalam sepi, aku merindukanmu.


Aku titipkan beribu-ribu harapan untukmu, untukku, namun tidak untuk "kita".
Aku titipkan doa untukmu kepada Tuhanku setiap malam, sampai saat ini pun aku masih mendoakanmu sejak kita berpisah dulu. Kepada Tuhanku aku berdoa supaya Tuhan selalu menjagamu, supaya Tuhan selalu menyertaimu.
Aku tidak berharap banyak, mencintaimu dalam diam pun sudah cukup bagiku.
Aku tidak berharap kembali, aku sadar diri bahwa aku bukanlah orang yang kamu inginkan, apalagi orang yang kamu cintai, itu mustahil.
Aku tak pernah mengumbar kata “aku mencintaimu”, cukup Tuhan dan hati ini saja yang tahu, kamu juga tak perlu tahu.
Aku tidak sanggup melawan takdir jika memang diinginkan-Nya kita tak bisa lebih dari teman, aku bisa apa?
Namun percayalah jika memang Tuhanku dan Tuhanmu ijinkan kita menyatu, satu dalam ikatan, kelak kita akan bertemu kembali dijalan yang sama dan berdiri berdampingan.
Percayalah, namamu masih kusebut dalam doaku sedari dulu. Kau bisa tanyakan pada Tuhanku seberapa bosan dia mendengar namamu yang kusebut dalam doaku tiap malam.

Aku tak tahu sejak kapan rasa ini tumbuh, hilang, dan tumbuh lagi.

Dan telak, aku baru saja menyadari bahwa aku tidak berhenti mencintaimu semenjak tahun 2013 lalu ketika hubungan kita berakhir, Tuhan ijinkan kita berpisah karena keinginanmu yang memilih wanita lain masuk dalam hidupmu di tengah hubungan kita berdua yang sedang kita jalin dan kemudian aku memilih mundur dan menyerah.

Setelah beberapa pria hadir menggantikan posisimu di hatiku, setelah beberapa pria datang dan pergi, singgah dan hilang dari hidupku. Namun mengapa kemudian ku tersadar bahwa kamu tidak pernah hilang dari hatiku selama ini??

Sejujurnya, aku bukan orang yang bisa berdamai dengan masa lalu, bahkan untuk mengobati hatiku sendiri saja aku tak mampu. Apalagi untuk menerima orang-orang yang telah begitu saja menghancurkan hatiku, sedangkan disini aku menjaga cinta dalam hatiku sampai sebegitunya. Sulit sekali bagiku menerima, memaafkan orang-orang yang dengan mudahnya menghancurkan kepercayaan, cinta dan juga secara tidak langsung mereka menghancurkan ragaku juga. Bagaimana mungkin sebuah kesetiaan dibalas dengan pengkhianatan??

Mungkin aku bisa menerima keberadaanmu, tapi tidak dengan hatimu, tidak dengan hatiku. Aku terima keberadaanmu yang sampai saat ini masih berlalu-lalang di sekitar kehidupanku. Dan ku harap bukan di pikiranku. Saat ini kamu hanya teman bagiku, dan (mungkin) selamanya akan tetap begitu.

Tak perlu aku sadarkan dirimu, bahwa ini mungkin keinginan Tuhan-mu dan Tuhan-ku yang tak mengijinkan kita berjalan berdampingan dijalan yang sama. Mungkin kita bisa bersebelahan, berdampingan, namun tidak dengan takdir kita. Mungkin memang benar bahwa kita hanya diijinkan bertemu, bertegur sapa, menuangkan seluruh isi hati kita, berdekatan namun tidak dengan takdir kita.

Kita pernah mencoba berjalan bersama, berdampingan namun tahukah kamu bahwa untuk berdoa pada Yang Maha Kuasa saja cara kita pun berbeda, kamu menengadahkan tanganmu sedangkan aku melipat tanganku. Kita bukan gula dan kopi yang bisa disatukan dengan air. Kamu adalah api, sedangkan aku adalah air. Kita takkan pernah mungkin bisa menyatu, pilihannya adalah hilang atau padam.

Teruntuk kamu, kepada kamu, terimakasih pernah mengisi hatiku, dan tetaplah menjadi teman dalam suka dukaku. Kini aku bukan untukmu lagi, pun sebaliknya, kamu juga bukanlah untukku.
Ku ucapkan selamat tinggal kepada kisah lama kita. Kita masih bisa berteman, dan bersahabat. Namun untuk kembali, aku akan berpikir beribu-ribu kali.
Terimakasih pernah menjadi pengisi kisahku dulu, terimakasih atas kenangan-kenangan yang mungkin takkan terlupa.

Entah pada akhirnya kita ditakdirkan bersama atau tidak, entah kelak kamu akanmenjadi teman hidupku, teman, sahabat bahkan musuh sekalipun. Aku percaya kamu untukku sebagai apapun itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar